Kronologi sejarah Bengkaung berdasarkan sumber-sumber tertulis seperti: Piagam Banuwa, Babad Selaparang, Catatan Muh. Rabbi' (Amak Muhrim) bin H. Muh. Amin (1896-1993), dan beberapa narasumber terpercaya, serta informasi pelaku sejarah yang sempat hidup sampai menjelang akhir abad XX, dan juga dari data-data terbaru dan profil Desa Bengkaung dapat dirincikan sebagai berikut:
1720 - Banuwang
Panagara atau Banuwara yang kemudian bernama Bengkaung didirikan oleh Dharma
yang kemudian lebih dikenal sebagai Titik Gembot, putera Datu Banuwa. Banuwara
berdiri sebagai hasil tuntutan Dharma pada saudaranya Datu Batuwa untuk
memiliki wilayah pemerintahan sendiri di Juring Barat (Baca: Lombok bagian barat-pen.), dimana ketika
itu Banuwa barat merupakan bagian Kerajaan Banuwa yang berpusat di sekitar
Mantang (Teritorial wilayah Batukliang), Lombok Tengah. Setelah berdiri sebagai
kerajaan tersendiri bernama “Banuwang Panagara” yang berarti: Negara Orang
Banuwa.
1730 - Terjadi pertempuran
antara Dharma, Raja Banuwara dengan Demong Menggala menyangkut masalah
perbatasan Banuwara dan Bentek. Demong Menggala yang wilayahnya sampai Bentek,
di bawah pengaruh Raja Sokong Prawira. Pertempuran berakhir dengan kemenangan
Dharma yang mencabut ketujuh keris yang ditelan penguasa Menggala tersebut dari
perutnya yang terasa begitu sakit, sehingga memaksa Demong berjanji menarik
pasukannya dari Semaya dan Pusuk. Puncak Pusuk kembali menjadi batas alam dan
adat yang disepakati sejak saat itu. Sejak peristiwa pencabutan keris ini
pulalah Dharma dikenal sebagai “Titik Gembot.” yang berarti: Nenek ke-tiga Sang
Pencabut (“Gembot” dari akar kata embot: cabut-pen.).
1815 - Mamiq Dikawat
menitipkan sebagian bangsawan Mantang di Banuwara. Saat ini Banuwara dipimpin
Titik Jagad, cicit Titik Gembot, yang mengakibatkan penyerbuan tentara Bali
dari Karangasem ke wilayah ini. Tentara Bali melakukan penyerbuan ke Banuwara
dua kali berturut-turut dalam dua tahun, memburu orang-orang Banuwa yang
bersembunyi di Banuwara.
1820 - Muncul dua belas tokoh
Banuwara yang dikenal kemudian sebagai 12 Pemimpin Bengkaung yang kemudian
menyusun kekuatan sambil bersembunyi di hutan bukit utara Bengkaung. Pasukan
Bali enggan memasuki tempat ini, dan terusir oleh teriakan-teriakan dari bukit yang
kemudian dinamakan “Gunung Surak”, yang berarti: Bukit Teriak. Kemudian
secara serempak turun (beng) bukit, dan berkumpul (kaung) di
lembah selatan (sebagai dasar pendapat sebagian orang tentang asal mula disebut
bengkaung). Beberapa di antara tokoh-tokoh tersebut bernama: Barsah, Barsiyah,
Banggras, Guru Saleh, Guru Rentani bin Masjani, Sumidah, Suminggah, dan
lain-lain.
1888 - Penguasa Bali Anak
Agung memburu bangsawan dan para haji Sasak secara keseluruhan, karena
beranggapan bahwa semua pemberontakan baik dalam skala besar atau kecil
didalangi oleh mereka. Pemberontakan di Anyer, Banten pada bulan Juli tahun ini
yang dipimpin oleh para Paderi, menjadi alasan para penguasa Bali di Lombok
untuk menekan rakyat Sasak. Pada masa ini gelar kebangsawanan Sasak “Datu” di
Bengkaung ditanggalkan untuk menghindari pembantaian oleh kaki tangan Anak
Agung dari Mataram. Untuk sementara waktu, para haji Sasak, tidak berani
menggunakan gelar hajinya.
1890 - Pemberhentian Guru
Merdet dari jabatan Penghulu (Wetu Telu) Bengkaung karena kalah berdebat
dengan salah seorang warganya. Kemudian ditunjuk Suraja alias Guru Nurinah Owok
sebagai Penghulu (Waktu Lima) pertama di Bengkaung. Dari Suraja inilah
dinisbatkan nama Bani Nurinah. Penunjukannya sebagai penghulu setelah dilakukan
pencarian mengenai figur asli turunan pimpinan Bengkaung yang ternyata adalah
Suraja sendiri, yang adalah salah seorang canggah dari pendiri Bengkaung –
Titik Gembot.
1894 - Perang Lombok terjadi
antara penguasa Bali Anak Agung dengan Hindia Belanda berakhir tahun 1895.
Sejak masa ini Lombok berganti tuan. Supremasi Bali tidak lagi ada, digantikan
dengan penjajah Belanda yang kemudian menyusun administrasi pemerintahan. Imah
ditunjuk sebagai keliang pertama yang memerintah Bengkaung pada masa Hindia
Belanda.
1904 - Tanah-tanah milik
pribadi para pamusungan, keliang dan penghulu dijadikan pecatu oleh pemiliknya
untuk menghindari upeti. Akibatnya beberapa tanah para pejabat kampung menjadi
milik Gubernemen. Namun pada kenyataan selanjutnya, tetap saja
mereka harus membayar upeti. Sementara beberapa tanah sawah yang dijadikan
tanah pecatu tidak bisa diambil kembali oleh pemilik dan keturunannya.
1928 - Beberapa orang dari
Bengkaung dan dari beberapa desa lainnya, turut ambil bagian dalam pekerjaan
membangun jalan raya menembus gunung Pusuk yang merupakan Proyek Gubernemen.
Mereka berpeluh dengan baju compang camping di bawah pengawasan supervisor
Belanda dengan pakaian gagah di atas kuda.
1930 - Wafatnya H. Muh. Shaleh
bin Suraja, penghulu kedua Bani Nurinah. Pada waktu itu, kepeng bolong masih
berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Saat itu, cucunya Akar (Zakariya) yang kemudian
menjadi (H.) Muh. Zakaria bin Mustafa baru belajar merangkak. Sebelum wafatnya,
H. Muh. Shaleh mewasiatkan agar kepenghuluan sesudahnya dipegang oleh puteranya
Mustafa. Tetapi karena Mustafa masih terlalu muda, yaitu sekitar + 32 tahun,
maka kepenghuluan dipegang oleh pamannya Abd. Hamid yang dikenal sebagai Amaq
Yahmin bin Suraja. Keliang (Kepala Kampung) Bengkaung saat itu
adalah Majid alias Amaq Addis yang menggantikan H. Muh. Amin bin Amaq Risman.
1942 - Bala tentara Jepang
(Dai Nippon) mendarat di Ampenan pada 8 Mei. Banyak pengungsi dari Ampenan
menetap di Bengkaung selama beberapa waktu. Keturunan mereka banyak yang
menjalin hubungan dengan warga Bengkaung hingga saat ini. Salah seorang
pengungsi itu adalah Tuan Syayyid Hussein yang tinggal di rumahnya Muhammad
Nasir di Bawak Duren, Bengkaung Daye. Seorang pengungsi lainnya bernama
H. Jamaluddin, ayahanda H. Mudahir, tinggal di rumah Amak Ait, ayahanda
(H.) Ahmad Basahir, tetangga dan misan Muhammad Nasir. Asap membubung di atas
kota pelabuhan Ampenan. Tentara Belanda ditelanjangi dan dilucuti oleh Dai
Nippon. Saat ini yang menjadi Keliang di Bengkaung adalah Ratimah al. H. Rafi’i
Idan bin Ali bin Aq. Saim, dan Penghulu adalah Abd. Hamid bin Suraja.
1945 - Kemerdekaan Republik
Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Muhammad Hatta di Jakarta. Bagi
masyarakat Sasak waktu itu, termasuk di Bengkaung, proklamasi kemerdekaan berarti
berganti tuan, yakni dari Hindia Belanda kepada “Penguasa Jawa.” Semata-mata
hanya untuk memenuhi nubuat Filsafat Sasak dari aksara-aksara awal Jejawan: Ha
Na Ca Ra Ka, dengan penjelasan: Ha (Kekuasaan raja-raja Hindu/Budha); Na
(Penjajahan Neders/Hindia Belanda); Ca (China/Champa yang berarti pendudukan
Jepang); Ra (Pemerintahan Republik) dan Ka yang hingga kini belum diketahui
makna dan realitanya.
1952 - Setelah tiga tahun
menjadi keliang yaitu dari tahun 1949, Mustafa alias Amaq Yahya bin H. Muh.
Shaleh bin Suraja membantu tugas-tugas kepenghuluan yang dipegang oleh Abd.
Hamid alias Amaq Yahmin bin Suraja. Kepenghuluan di Bengkaung bagian utara
dipegang oleh Abd. Hamid, dan di selatan diserahkan kepada Mustafa. Mustafa
secara resmi menjadi penghulu di seluruh Bengkaung pada 1967 menggantikan Abd.
Hamid, pamannya yang sudah uzur.
1965 - Meletus peristiwa G 30
S/PKI dan penumpasannya. Beberapa di antara warga Bengkaung yang terlibat hanya
semata-mata sebagai partisan tidak aktif dari partai pendukung PKI seperti PIR
(Partai Indonesia Raya) yang berlambang padi. Saat para petugas mencari
orang-orang yang terlibat PKI dan ormas pendukungnya, maka H. Muh. Anwar bin
(H.) Muh. Imam, mengatakan: “Di sini aman, tidak ada yang terlibat,” maka
bebaslah orang-orang Bengkaung seperti Japar bin Rumaji, Ayep bin Yahudza, dan
beberapa orang lainnya dari eksekusi maupun hukuman ringan seperti penjara atau
wajib lapor. Pada masa itu paceklik di Bengkaung yang keliangnya adalah Saat
alias Amaq Sapurah bin Pasah alias Amaq Acheh.
1971 - Untuk pertama kalinya
seorang warga Bengkaung muncul dalam pemerintahan daerah Lombok Barat ketika H.
Muh. Anwar bin (H.) Muh. Imam terpilih sebagai anggota DPRD Lombok Barat pada
Pemilu pertama Orde Baru. H. Muh. Anwar dari PSII sebelum fusi dengan empat
partai lainnya menjadi PPP pada pemilihan umum periode berikutnya di tahun
1977. Keliang Bengkaung saat ini adalah Ra’is alias Amaq Arifin bin Amaq
Risman, yang mengundurkan diri tahun 1975 setelah menulis surat pendek kepada
Presiden Republik Indonesia – Soeharto, yang bunyinya: “Saya mengundurkan diri
jadi kepala kampung.”
1975 - Ra’is bin Amaq Risman
mengundurkan diri dari jabatan kepala kampung, untuk kemudian segera dilakukan
pemilihan kepala kampung Bengkaung berikutnya. Pemilihan dilakukan secara
langsung oleh masyarakat Bengkaung. Tiga yang dicalonkan adalah Muniah bin Japar,
Cembun bin Ali keduanya dari Bengkaung Lauq, dan H. Halil bin Asi dari Bawak
Duren. Pemilihan dimenangkan oleh H. Halil bin Asi secara amat telak! Dua calon
dari Bengkaung Lauq tadi yang merupakan calon-calon unggulan H. Muh. Anwar bin
H. Muh. Imam, hanya memperoleh akumulasi 14 suara. Sisanya lebih dari empat
ratusan suara menjadi milik H. Halil bin Asi, yang merupakan calon unggulan
(H.) Muh. Zakaria bin Mustafa. Kemudian H. Halil memerintah Bengkaung selama
lebih dari dua dekade, yaitu sampai saat pengunduran dirinya di bulan September
1997 dengan alasan untuk pergi melaksanakan hajji yang kedua kalinya.
1977 - Berdirinya SD pertama
di Bengkaung yang diprakarsai oleh (H.) Muh. Zakaria bin Mustafa. Walaupun
tidak mendapat dukungan sama sekali dari rekan seperjuangannya yang juga
sepupunya H. Muh. Anwar bin (H.) Muh. Imam dengan alasan, bahwa sudah ada
institusi pendidikan yaitu MI Raudhatul Muslimin NW Kayangan yang juga mereka
berdua ikut terlibat dalam pendirian dan pembangunannya. SD Darurat Bengkaung
menggunakan rumah (H.) Muh. Zakaria sebagai tempat belajarnya sampai
pintu-pintu dan jendela-jendela ruangan belajarnya rubuh ditendang siswa saat
didatangkan tukang suntik. SD Darurat kemudian pindah ke gedung baru yang
dibangun di Bangket Telaga menjadi SD Inpres Bengkaung, kemudian menjadi SD
Negeri Bengkaung.
1979 - Kampung Bengkaung
dibagi menjadi dua yaitu Kampung Bengkaung Lauq (wilayahnya meliputi Bengkaung
Lauq, Bengkaung Tengaq, Bengkaung Daye, Bunian dan Seraya), dan Bengkaung Daye
(wilayahnya meliputi Pelolat, Kedondong Atas dan Bunut Boyot). Istilah kampung
diganti menjadi dusun. Dusun Bengkaung Daye dipimpin oleh Utar bin Lebar bin
Pasah, penghulunya H. Halil, dan Dusun Bengkaung Lauq dipimpin oleh H. Halil
bin Asi, penghulunya (H.) Muh. Zakaria bin Mustafa. Saat itu kedua dusun
Bengkaung desanya di Kekait Kecamatan Ampenan.
1990 - Untuk pertama kalinya,
dengan Program Padet Karya, Jalan Lintas Bengkaung diperlebar pada bulan
Oktober 1990. Mobil-mobil besar sudah bisa berpapasan dengan aman, walaupun
jalan sendiri belum diaspal dengan alasan tidak ada tembusannya alias jalan
buntu. Padet Karya memperlebar jalan sepanjang + 1 kilometer dari Sandik sampai
kaki Bukit Bunian. Cukup memuaskan masyarakat untuk sementara.
1992 - Listrik untuk pertama
kalinya menyala di Bengkaung menyusul Program Listrik Masuk Desa. Maka
berakhirlah era nonton berjubel masyarakat Bengkaung yang sudah lama membudaya.
Setiap rumah memiliki TV yang tenaga baterainya dari energi listrik. Era nonton
berjubel adalah masa-masa ketika TV masih sedikit, channelnya masih TVRI saja,
dimana warga Bengkaung menonton beramai-ramai, tua muda, laki-laki perempuan,
gadis bujang, bahkan para baheula untuk menonton acara-acara yang ditayangkan
TVRI yang sumber energinya dari accu (baca: aki-pen.), dimana rawan terjadi
perkelahian, pelemparan dan bentuk anarkhisme lainnya yang kadang terjadi
secara spontan dan tiba-tiba, baik karena kekecewaan penonton ataupun rebutan
pacar, karena terkadang acara nonton dijadikan ajang temu jodoh. Masuknya
listrik juga dimanfaatkan oleh seorang politisi dari PPP yang mau cari muka
pada masyarakat untuk memberi masyarakat image bahwa : Berkat perjuangan
dialah listrik masuk Bengkaung. Karena memang secara kebetulan menjelang
berdirinya tiang-tiang listrik, PPP barusan menang di Kampung Bengkaung Lauq
dalam Pemilihan Umum tahun 1992.
1999 - Dimekarkan Desa Kekait
menjadi Desa Kekait dan Desa Persiapan Lembahsari. Kedua dusun Bengkaung masuk
dalam Desa Persiapan Lembahsari yang berkantor di Sidemen Lauq.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian cukup mencengangkan, yaitu terjadi
Peristiwa “Jum’at Rusuh” di Sidemen Lauq yang hampir saja merenggut jiwa Kepala
Desa Persiapan Lembahsari H. Nuruddin bin H. Tajuddin. Penyelesaiannya dengan
pemberhentian H. Nuruddin dari jabatan Kepala Desa dan diganti oleh sekretaris desanya yaitu Sadli bin
H. Shabri bin Abd. Hamid bin Suraja, yang pada waktu itu menjabat Sekretaris
Desa merangkap Kepala Dusun Bengkaung Lauq. Sadli dari Bani Nurinah adalah
putera Bengkaung pertama yang menjadi Kepala Desa. Saat ini Desa Persiapan
Lembahsari dan Desa Kekait masuk dalam teritorial wilayah Kecamatan Gunungsari
Kabupaten Lombok Barat.
2001 - Desa Persiapan
Lembahsari definitif menjadi Desa Lembahsari. Desa ini sebelumnya memiliki
empat dusun yaitu: Sidemen Lauq, Sidemen Daye, Bengkaung Lauq dan Bengkaung
Daye. Seiring dengan definitifnya, semua RT atau dasan-dasan dalam keempat
dusunnya menjadi dusun-dusun definitif tersendiri. Demikian pula
kepenghuluannya. Saat ini Desa Lembahsari masuk dalam territorial Kecamatan
Batulayar yang merupakan kecamatan baru, pemekaran dari Kecamatan Gunungsari.
Kedua dusun Bengkaung terbagi-bagi sesuai dasan atau RT-nya sehingga
keseluruhannya menjadi delapan dusun definitif. Selanjutnya dilaksanakan
pemilhan kepala desa yang pertama setelah definitif pada 22 Agustus 2001.
Terpilih sebagai Kepala Desa Lembahsari yang pertama adalah: Sadli bin H.
Shabri bin Abd. Hamid bin Suraja. Pada pemilihan kepala desa Lembahsari periode
berikutnya yaitu tanggal 15 Januari 2007, Sadli kembali terpilih setelah
melibas rival-rival politiknya, yaitu: Musbah bin H. Murad bin H. Muh. Munir,
Syafi’i bin H. Tajuddin dan Syahiruddin.
2004 - Dibuka Jalan Lintas
Gunung Barat dan Utara yang dimulai dari Bangket Telaga di Bengkaung Lauq
melintasi tanah pecatu di sebelah barat, belok ke utara menembus Seraya dan
Bunian, atas prakarsa seorang politisi asal PDIP yang bernama H. Mudahir bin
H. Jamal dari Ampenan, yang dibahasakan sebagai suatu balas budi
kepada masyarakat Bengkaung atas bantuan mereka pada beliau dan keluarganya
waktu mengungsi di tahun 1942 (Baca peristiwa tahun 1942 di atas). Pada tahun
2010, walaupun aspal hotmix hanya sampai dipertigaan Bunian, namun aspal
lanjutannya belok kanan menurun sekitar setengah kilometer, ke selatan sampai Sandik
aspal rusak. Jalan darurat dari pertigaan Bunian ke utara dibangun terus dengan
pese lewat Program PNPM Mandiri tembus ke Pelolat terus ke Penanggak. Jalan
berakhir di samping selatan Kantor Camat Batulayar di Melasa.
2011 - Pemekaran Desa
Lembahsari menjadi Desa Lembahsari dan Desa Persiapan Bengkaung. Kantor Desa
ditempatkan di eks Balai Dusun Bengkaung Lauq sebelum pemekaran. Kemudian
tercatat beberapa aparat Desa Persiapan Bengkaung yang pertama, yaitu: Plt.
Kepala Desa: Ahmad Raimah, A.Ma; Ketua BPD: A. Taufik Syukrianto, S.Sos; Plh.
Ketua Umum LPM: Faizul Bayani, M.Pd; Penghulu Desa: Khairul Hafidzin, QH; dan
Plh. Sekretaris Desa: Syaiful Nazar, S.IP. Tahun ini juga dianugerahi dengan
dihotmixnya jalan Lintas Bengkaung di dataran sepanjang + 1 kilometer, yaitu
jalan yang pernah diaspal beberapa waktu sebelumnya dengan batu-batu yang
ditempel dan dikeraskan secara kasar. Jalan ini cukup menyakiti masyarakat Bengkaung selama beberapa waktu
karena menjadi jalan rusak berkerikil yang kalau dilalui akan terasa makin
menyakiti dada pengguna jalan. Jalan yang dihotmix ini, di kiri kanannya pada
beberapa bagian ditalut, kini nyaman digunakan dan mampu meningkatkan
perekonomian masyarakat Bengkaung. Tak ayal! Seorang politisi dari salah satu
parpol memanfaatkan momen ini untuk mengakui, bahwa berkat perjuangannyalah
program pembangunan jalan ini bisa direalisasikan.
2012 - Definitifnya Desa
Bengkaung. Dilantiknya Anggota BPD 30 desa baru se-Kabupaten Lombok Barat,
termasuk BPD Bengkaung yang diketuai A. Taufik Syukrianto, S.Sos pada 11 April.
Desa Bengkaung kemudian menyelenggarakan pemilihan kepala desa yang pertama
pada 18 Juli yang berhasil sukses di bawah kepanitiaan Pilkades Bengkaung yang
dipimpin oleh H. Syaruji. Terpilih Kepala Desa pilihan masyarakat yang pertama
adalah H. Ahmad Junaedy. Serah terima jabatan yang dirangkai dengan pembubaran
panitia Pilkades diselenggarakan pada 1 September, dua hari setelah
pelantikan dua kepala desa baru Kecamatan Batulayar.