Trah Banuwara
Disebutkan dalam Babad Lombok dan Babad Suwung
bahwa setelah meletusnya gunung Samalas (anak gunung Rinjani), berdirilah
desa-desa baru yang merupakan cikal bakal kerajaan/kedatuan di tanah Sasak
untuk beberapa abad ke depan. Salah satunya kerajaan Banuwa yang didirikan oleh
putera ke-11 Datu Betara Indera dengan Diah Sita, yaitu Ki Nyaka Koarlalang pada
paruh kedua abad XIII. (Mengenai kerajaan/kedatuan Sasak Suwung dan Betara Indera, sejarah serta silsilahnya
terdapat pada tulisan dalam blog ini yang bertema: Cikal Bakal Trah Banuwara.)
Trah Banuwara atau disebut juga wangsa Banuwang
adalah salah satu puak dalam masyarakat suku Sasak di pulau Lombok merupakan
penduduk asli desa Bengkaung, Lombok Barat yang sekarang menetap dan beranak
pinak di wilayah ini sejak waktu yang cukup lama. Merupakan bagian dari trah
Banuwa di Mantang dan Batukliang, Lombok Tengah. Nenek moyang puak ini
mendirikan Kedatuan Banuwara pada awal abad XVIII. Nama Banuwara sendiri
dari kata “Banuwang Panagara” yang berarti: Negara Orang Banuwa, adalah nama
asli Bengkaung di masa lampau.
Sebagaimana diketahui, garis
silsilah trah Banuwara berasal dari abad XII. Pada awal paruh kedua abad XIII,
tepatnya pada 1257, Kedatuan Banuwa didirikan.
Tidak kurang dari delapan generasi kemudian pewaris Banuwa yang terakhir yaitu
datu Batuwa, menyerahkan sebagian wilayahnya kepada adiknya yang bernama Dharma
yang adalah mahamenteri dan panglima tingginya. Wilayah yang diberikan adalah
bagian barat yang kemudian dikenal sebagai Banuwara atau Benu Ara pada 1720. Jadi pada tahun itulah
Banuwara didirikan dan menjadi sebuah kedatuan yang merdeka dan mandiri. Empat
generasi kemudian tepatnya 1880, tempat ini lebih dikenal sebagai “Mbeng
Kaong” atau “Bengkaung”.
Sumber Penulisan
Sumber penulisan sejarah dan silsilah trah
Banuwara adalah beberapa manuskrip awal berupa babad, piagam, pengiling-iling
dan beberapa sumber tertulis lainnya dari abad XIX dan XX, dilengkapi dan
diperkuat oleh informasi verbal dari para tetua Bengkaung yang punya otoritas
dan terpercaya, dalam kondisi sadar serta masih segar ingatannya.
Beberapa di antara sumber penulisan dapat
disebutkan sebagai berikut :
1. Babad Boentji Serawak, dalam Vogelesang, 1923;
2. Babad Suwung;
3.
Piagam Banuwa;
4. Manuskrip Ama’ Koerlanglang, Tumenggung Batukliang I;
5. Catatan Muh. Rabbi bin H. Muh. Amin (1896-1997), dari Suraja bin T.
Jagad;
6. Ja’far bin Rumaji bin Peleloh (w. 1994);
7. Aceh bin H. Muh. Shaleh bin Suraja (w. 2015), dari Fatimah
binti Suraja;
8. Sadli bin H. Shabri (Kepala Desa Lembahsari 1999-2012), dari Abdul Hamid bin Suraja,
dan sumber-sumber lain yang relevan.
Silsilah Patrilineal
Silsilah trah Banuwara secara
patrilineal dimulai dari Sang Dharma, yang kemudian lebih dikenal
sebagai T. Gembot,
adik datu Batuwa. Dikatakan bahwa keduanya (Batuwa dan Dharma) adalah putera
datu Banuwa (Benuha) yang memerintah abad XVII – keturunan ke-7 dari Sungsunan
Banuwa I (Ki Nyaka Koarlalang). Datu Batuwa memperanakkan Kendran dan Bunian.
Dharma (T. Gembot)
memperanakkan T. Gembot II, T. Ngringik dan T. Ngrangak.
Putera datu Banuwa (Benuha) lainnya menurunkan para pedaleman Mantang di Lombok
Tengah. T. Gembot
II memperanakkan T. Gembot III, T. Gembot III memperanakkan T. Jagad
dan T. Serani.
T. Jagad
menikah dengan I. Miraja, memperanakkan tujuh orang anak, yaitu empat
orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Keempat putera Jagad melanjutkan trah Banuwara atau wangsa
Banuwang di Bengkaung dan daerah sekitarnya.
Notifikasi trah Banuwara secara patrilineal
(garis laki-laki) yang terdaftar sepanjang dekade terakhir abad XX dan awal
abad XXI disebutkan secara lengkap. Nama-nama perempuan atau jenis kelamin wanita
atau dari garis keturunan ibu (matrilineal) tidak disebutkan,
namun memiliki tempat pembahasan tersendiri dalam penulisan berikutnya, kecuali
yang memang ditokohkan dan disebutkan dalam babad, piagam dan manuskrip lama
untuk tujuan mengingatkan.
Berikut catatan nama-nama
trah Banuwara (Wangsa Banuwang) dari garis laki-laki (patrilineal) :
Disebutkan bahwa cucu laki-laki T. Gembot
(Dharma) dari putera sulungnya memperanakkan T..Jagad dan T. Serani*. T. Jagad menurunkan trah
Banuwara di Bengkaung. Sementara catatan tentang adik perempuannya T. Serani
berakhir di sini. T. Jagad memperanakkan Miraja, Peleloh,
Pengal*, dan Suraja.
Miraja (P. Eja) bin T. Jagad memperanakkan A.
Ijah. A. Ijah memperanakkan Miraji dan Anci. Miraji (A. Abdullahip)
memperanakkan Abdullahip* dan Abdurra’uf*. Anci (A..Jenep) memperanakkan
Jenep*, Bongkak*, Ayyub* dan Jalaluddin. Jalaluddin memperanakkan Sa’at dan
Muzahar. Sa’at memperanakkan Budi Mulyono*. Muzahar memperanakkan Zainul
Fu’ad*. Itulah semua keturunan Miraja yang menempati daerah Bengkaung Lauk.
Peleloh (A. Rumaji) bin T. Jagad memperanakkan
Rumaji, Sawi, dan Satani. Rumaji (A. Riase) memperanakkan Bahmin, Abdul Amin,
Rajab, Ja’far, dan Acim*. Sawi (A..Jumahir) memperanakkan H. Abdurrahim, Periduk*,
H. Muhammad Imam, H..Muhammad
Utsman, dan Hatta*. Satani (A. Mirata) memperanakkan Mirata.
Bahmin (A. Addis) bin Rumaji memperanakkan
Addis* dan Addid*.
Abdul Amin (A. Rumsiyah) bin Rumaji
memperanakkan Rumsiyah* dan Rasiyah. Rasiyah memperanakkan Sarbini* dan Sabli*.
Rajab (A. Madin) bin Rumaji memperanakkan Madin
dan Imah. Madin memperanakkan Murdan. Imah memperanakkan H. Jumuhur dan
Mursan*. Murdan memperanakkan Sudirman*. H. Jumuhur memperanakkan Agus
Hartawan* dan Rudi Hartono*.
Ja’far (A. Darsiyah) bin Rumaji memperanakkan
Muniah, Munirah, Mustiah, dan Kiah*. Muniah memperanakkan Marzuki*, Jupri,
Burhanuddin*, dan Tanwir*. Munirah memperanakkan Rusni*. Mustiah memperanakkan
Muhammad Sapani* dan Zulkifli*. Jupri memperanakkan Suprianto*.
H. Abdurrahim (Jumahir) bin Sawi memperanakkan Akim dan
Arim*. Akim memperanakkan H..Jumesah,
H. Muhammad Makbul, Hakim*, dan Siddik*. H. Jumesah memperanakkan Ahmad
Junaidi* dan Mulyadi Alkapitani*. H. Muhammad Makbul memperanakkan Muhammad*.
H. Muhammad Imam (Iman) bin Sawi memperanakkan H.
Muhammad Anwar dan H. Abdul Quddus. H. Muhammad Anwar memperanakkan Munawir*,
H. Muzakki*, Baihaki*, Ahmad Syadzali*, Andi*, dan Faradi*. H. Abdul Quddus memperanakkan H. Munawir, Munawar*, Mura’i*, H. Agus Hartawan*, H. Faizul
Bayani*, dan Zikrullah*. H..Munawir
memperanakkan Bayyin* dan Majdi*.
H. Muhammad Utsman (Utsman) bin Sawi memperanakkan H.
Muhammad Salihin. H. Muhammad Salihin memperanakkan Najmi* dan Musleh*.
Mirata (A. Salim) bin Satani memperanakkan
Salim* dan Cembun. Cembun memperanakkan Sayuti* dan Saruji. Saruji
memperanakkan Muhammad*.
Itulah semua keturunan Peleloh yang menempati
daerah Bengkaung Lauk dan Pelolat.
Pengal bin T. Jagad, tidak berketurunan.
Suraja (A. Nurinah) bin T. Jagad memperanakkan H.
Muhammad Shaleh, H. Sulaiman, Abdul Hamid, dan Ya’kub. H. Muhammad Shaleh
memperanakkan Yahudza, (putera)*, Mustafa, Muhammad, Abdurrasyid, Abdul Hafidz,
H. Abdul Harits, dan Aceh. H..Sulaiman
memperanakkan Udin, Sa’id, Thahir, Abdul Ghaffur, Urip, dan Muhtar*. Abdul
Hamid (A. Yahmin) alias P. Empang memperanakkan H. Umar, Abdul Jalil, H. Shabri, dan H.,Muhammad Mukmin. Ya’kub
(A. Dahlan) memperanakkan Dahlan*.
Yahudza (A. Ayep) bin H. Muhammad Shaleh
memperanakkan Ayep* dan Gaseh. Gaseh memperanakkan Arsah, Muhammad*, dan
Marniah*. Arsah memperanakkan Hamdani*.
Mustafa (A. Yahya) bin H. Muhammad Shaleh
memperanakkan Yahya*, Munakip*, H..Muhammad Zakaria, H. Mushawwir, dan Harun. H.
Muhammad Zakaria memperanakkan Ahmad Taufik Syukrianto* dan H. Sastrawan. H.
Mushawwir memperanakkan Agussaleh Syahroni*, Muhammad Azizul Akhyarroni*, dan
Muhammad Kholid Mushawwir*. Harun memperanakkan Fihiruddin*. H. Sastrawan
memperanakkan Gallanta Luthfi Estranda*, Ilyas Fakhri Estranda*, dan Muwaafa
Ubay Estranda*.
Muhammad bin H. Muhammad Shaleh memperanakkan
Azhar* dan Darmawan. Darmawan memperanakkan Afif Syarifuddin*.
Abdurrasyid (A. Rajab) bin H. Muhammad Shaleh
memperanakkan Rajab* dan Husnul Basari. Husnul Basari memperanakkan Muhammad
Rosul Arnandi*.
Abdul Hafidz (A. Syawal) bin H. Muhammad Shaleh
memperanakkan Syawal* dan Subki*,
H. Abdul Harits bin H. Muhammad Shaleh
memperanakkan Jumelah*, Asgar (M. Sagir), Mayadi, Marzanwadi, dan Ishak. Asgar
(M. Sagir) memperanakkan Sukriadi* dan Huda*. Marzanwadi (Sanuadi)
memperanakkan Jumadi*. Ishak memperanakkan Adrian Haritski*.
Aceh bin H. Muhammad Shaleh memperanakkan
Marzikin dan Zulkarnain. Marzikin memperanakkan Rizki Satiawan* dan Maulana
Hasbi*. Zulkarnain memperanakkan Muhammad Jaelani*, Syahri*, Rendi Irawan*.
Udin bin H. Sulaiman memperanakkan Mu’in* dan
Zaedon. Zaedon memperanakkan Syukur*, Awaluddin* dan Hasan*.
Sa’id bin H. Sulaiman memperanakkan Yasin,
Utsman*, dan Umar*. Yasin memperanakkan Syafi’i*.
Thahir bin H. Sulaiman memperanakkan Kamaruddin*
dan Jumelah. Jumelah memperanakkan Ahmad* dan Maseri*.
Abdul Ghaffur (A. Mukim) bin H. Sulaiman
memperanakkan Mukim, Yahya*, dan Salikin. Mukim memperanakkan Zainuddin.
Salikin memperanakkan Akmaluddin*, Musmuliadi, Sataruddin*, dan Ahmadi*.
Zainuddin memperanakkan Nasruddin*. Marwi*, Mukhlis*. Musmuliadi memperanakkan
Rozik Alwahid*.
Urip bin H. Sulaiman memperanakkan Mahsun* dan
Munir. Munir memperanakkan Ramli*, Rusni*, Sabaruddin*, Sapoan*, dan Muhammad
Jaelani Antorodi*.
H. Umar bin Abdul Hamid memperanakkan Aseli*, H.
Tanwir, dan Shabri*. H. Tanwir memperanakkan Syamsuddin*.
Abdul Jalil bin Abdul Hamid memperanakkan
Salihin* dan Rabi’in. Rabi’in memperanakkan Abdul Ghaffur*, Abdul Ghaffar*,
Abdul Gharun*, Mustafa Shagir*, Mustafa Shadi*, dan Zainul Huda*.
H. Shabri bin Abdul Hamid memperanakkan Sadli,
H. Junaidi, Zainuddin*, dan Shabri*. Sadli memperanakkan Joni Haryanto*, Ahmad
Faudzan*, Imamul Adzkar, dan Izzulfajri*. H. Junaidi memperanakkan Shabri*,
Ahmad Muhaimi*, dan Zainuddin*. Imamul Adzkar memperanakkan Fawakum Suraja*.
H. Muhammad Mukmin bin Abdul Hamid memperanakkan
Ahmad*, Ahmad Mu’aini, dan Zulyadain*. Ahmad Mu’aini memperanakkan Ahmad Irfan
Ma’sum*.
Itulah semua keturunan Suraja yang menempati
daerah Bengkaung Lauk, Bengkaung Tengak, Bengkaung Daye, Bunian dan Pelolat.
Keturunan Suraja kemudian lebih dikenal sebagai Bani Nurinah.
Keterangan:
Tanda bintang * berarti yang bersangkutan namanya hanya sampai di sini dengan alasan tidak berketurunan (laki-laki) atau tidak/belum ditemukan catatan keturunannya.
Nama di antara tanda kurung ( … ) berarti
nama lain, alias atau jejalik/jejuluk.
Beberapa singkatan karakter dalam tulisan ini, yaitu: A.
untuk Amak (Ayah), H. untuk Hajji, I. untuk Inak (Ibu), P. untuk Papuk (Ninik),
dan T. untuk Titik (Ninik ke-3).